Selasa, 22 Januari 2013

Nyai Anteh Sang Penunggu Bulan

Nyi Anteh Pada jaman dahulu kala di Jawa Barat ada sebuah kerajaan bernama kerajaan Pakuan. Pakuan adalah kerajaan yang sangat subur dan memiliki panorama alam yang sangat indah. Rakyatnya pun hidup damai di bawah pimpinan raja yang bijaksana. Di dalam istana ada dua gadis remaja yang sama-sama jelita dan selalu kelihatan sangat rukun. Yang satu bernama Endahwarni dan yang satu lagi bernama Anteh. Raja dan Ratu sangat menyayangi keduanya, meski sebenarnya kedua gadis itu memiliki status sosial yang berbeda. Putri Endahwarni adalah calon pewaris kerajaan Pakuan, sedangkan Nyai Anteh adalah hanya anak seorang dayang kesayangan sang ratu. Karena Nyai Dadap, ibu Nyai Anteh sudah meninggal saat melahirkan Anteh, maka sejak saat itu Nyai Anteh dibesarkan bersama putri Endahwarni yang kebetulan juga baru lahir. Kini setelah Nyai Anteh menginjak remaja, dia pun diangkat menjadi dayang pribadi putri Endahwarni.
“Kau jangan memanggilku Gusti putri kalau sedang berdua denganku,” kata putri. “Bagiku kau tetap adik tercintaku. Tidak perduli satatusmu yang hanya seorang dayang. Ingat sejak bayi kita dibesarkan bersama, maka sampai kapan pun kita akan tetap bersaudara. Awas ya! Kalau lupa lagi kamu akan aku hukum!”
Baik Gust…..eh kakak!” jawab Nyai Anteh.
“Anteh, sebenarnya aku iri padamu,” kata putri.
“Ah, iri kenapa kak. Saya tidak punya sesuatu yang bisa membuat orang lain iri,” kata Anteh heran.
“Apa kau tidak tahu bahwa kamu lebih cantik dariku. Jika kamu seorang putri, pasti sudah banyak pangeran yang meminangmu,” ujar putri sambil tersenyum.
“Ha ha ha.. kakak bisa saja. Mana bisa wajah jelek seperti ini dibilang cantik. Yang cantik tuh kak Endah, kemarin saja waktu pangeran dari kerajaan sebrang datang, dia sampai terpesona melihat kakak. Iya kan kak?” jawab Anteh dengan semangat.
“Ah kamu bisa saja. Itu karena waktu itu kau memilihkan baju yang cocok untukku. O ya kau buat di penjahit mana baju itu?” tanya putri.
“Eeee…itu…itu…saya yang jahit sendiri kak.” jawab Anteh.
“Benarkah? Wah aku tidak menyangka kau pandai menjahit. Kalau begitu lain kali kau harus membuatkan baju untukku lagi ya. Hmmmm…mungkin baju pengantinku?” seru putri.
“Aduh mana berani saya membuat baju untuk pernikahan kakak. Kalau jelek, saya pasti akan dimarahi rakyat,” kata Anteh ketakutan.
“Tidak akan gagal! Kemarin baju pesta saja bisa… jadi baju pengantin pun pasti bisa,” kata putri tegas.
Suatu malam ratu memanggil putri Endahwarni dan Nyai Anteh ke kamarnya. “Endah putriku, ada sesuatu yang ingin ibu bicarakan,” kata ratu.
“Ya ibu,” jawab putri.
“Endah, kau adalah anakku satu-satunya. Kelak kau akan menjadi ratu menggantikan ayahmu memimpin rakyat Pakuan,” ujar ratu. “Sesuai ketentuan keraton kau harus memiliki pendamping hidup sebelum bisa diangkat menjadi ratu.”
“Maksud ibu, Endah harus segera menikah?” tanya putri.
“ya nak, dan ibu juga ayahmu sudah berunding dan sepakat bahwa calon pendamping yang cocok untukmu adalah Anantakusuma, anak adipati dari kadipaten wetan. Dia pemuda yang baik dan terlebih lagi dia gagah dan tampan. Kau pasti akan bahagia bersamanya,” kata ratu. “Dan kau Anteh, tugasmu adalah menjaga dan menyediakan keperluan kakakmu supaya tidak terjadi apa-apa padanya.”
“Baik gusti ratu,” jawab Anteh.
Malam itu putri Endahwarni meminta Nyai Anteh untuk menemaninya.  “Aku takut sekali Anteh,” kata putri dengan sedih. “Bagaimana aku bisa menikah dengan orang yang sama sekali tidak aku kenal. Bagaimana kalau dia tidak mencintaiku?”
“Kakak jangan berpikiran buruk dulu,” hibur Anteh. “Saya yakin gusti Raja dan Ratu tidak akan sembarangan memilih jodoh buat kakak. Dan pemuda mana yang tidak akan jatuh hati melihat kecantikan kakak. Ah sudahlah, kakak tenang dan berdoa saja. Semoga semuanya berjalan lancar.”
Suatu pagi yang cerah, Anteh sedang mengumpulkan bunga melati untuk menghias sanggul putri Endahwarni. Anteh senang menyaksikan bunga-bunga yang bermekaran dan kupu-kupu saling berebut bunga. Dia mulai bersenandung dengan gembira. Suara Anteh yang merdu terbang tertiup angin melewati tembok istana. Saat itu seorang pemuda tampan sedang melintas di balik tembok taman istana. Dia tepesona mendengar suara yang begitu merdu. Ternyata pemuda itu adalah Anantakusuma. Dia sangat sakti, maka tembok istana yang begitu tinggi dengan mudah dilompatinya. Dia bersembunyi di balik gerumbulan bunga, dan tampaklah olehnya seorang gadis yang sangat cantik. Anantakusuma merasakan dadanya bergetar, “alangkah cantiknya dia, apakah dia putri Endahwarni calon istriku?” batinnya. Anantakusuma keluar dari persembunyiannya. Anteh terkejut ketika tiba-tiba di hadapannya muncul pemuda yang tidak dikenalnya.
“Siapa tuan?” tanya Anteh.
“Aku Anantakusuma. Apakah kau…..” Belum sempat Anantakusuma bertanya seseorang memanggil Anteh. “Anteh!!! Cepat!!! Putri memanggilmu!” kata seorang dayang.
“Ya. Saya segera datang. Maaf tuan saya harus pergi,” kata Anteh yang langsung lari meninggalkan Anantakusuma.
“Dia ternyata bukan Endahwarni,” pikir Anantakusuma. “Dan aku jatuh cinta padanya. Aku ingin dialah yang jadi istriku.”
Beberapa hari kemudian, di istana terlihat kesibukan yang lain daripada biasanya. Hari ini Adipati wetan akan datang bersama anaknya, Anantakusuma, untuk melamar putri Endahwarni secara resmi. Raja dan Ratu menjamu tamunya dengan sukacita. Putri Endahwarni juga tampak senang melihat calon suaminya yang sangat gagah dan tampan. Lain halnya dengan Anantakusuma yang terlihat tidak semangat. Dia kecewa karena ternyata bukan gadis impiannya yang akan dinikahinya.
Tibalah saat perjamuan. Anteh dan beberapa dayang istana lainnya masuk ke ruangan dengan membawa nampan-nampan berisi makanan.
“Silahkan mencicipi makanan istimewa istana ini,” kata Anteh dengan hormat.
“Terima kasih Anteh, silahkan langsung dicicipi,” kata Raja kepada para tamunya.
Anantakusuma tertegun melihat gadis impiannya kini ada di hadapannya. Kerongkongannya terasa kering dan matanya tak mau lepas dari Nyai Anteh yang saat itu sibuk mengatur hidangan. Kejadian itu tidak luput dari perhatian putri Endahwarni. Pahamlah ia bahwa calon suaminya telah menaruh hati pada gasis lain, dan gadis itu adalah Anteh. Putri Endahwarni merasa cemburu, kecewa dan sakit hati. Timbul dendam di hatinya pada Anteh. Dia merasa Antehlah yang bersalah sehinggga Anantakusuma tidak mencintainya.
Setelah perjamuan selesai dan putri kembali ke kamarnya, Anteh menemui sang putri.
“Bagaimana kak? Kakak senang kan sudah melihat calon suami kakak? Wah ternyata dia sangat tampan ya?” kata Anteh. Hati putri Endahwarni terasa terbakar mendengar kata-kata Anteh. Dia teringat kembali bagaimana Anantakusuma memandang Anteh dengan penuh cinta.
“Anteh, mulai saat ini kau tidak usah melayaniku. Aku juga tidak mau kau ada di dekatku. Aku tidak mau melihat wajahmu,” kata putri Endahwarni.
“A..apa kesalahanku kak? Kenapa kakak tiba-tiba marah begitu?” tanya Anteh kaget.
“Pokoknya aku sebal melihat mukamu!” bentak putri. “Aku tidak mau kau dekat-dekat denganku lagi…Tidak! Aku tidak mau kau ada di istana ini. Kau harus pergi dari sini hari ini juga!”
“Tapi kenapa kak? Setidaknya katakanlah apa kesalahanku?” tangis Anteh.
“Ah jangan banyak tanya. Kau sudah mengkianatiku. Karena kau Anantakusuma tidak mencintaiku. Dia mencintaimu. Aku tahu itu. Dan itu karena dia melihat kau yang lebih cantik dariku. Kau harus pergi dari sini Anteh, biar Anantakusuma bisa melupakanmu!” kata putri.
“Baiklah kak, aku akan pergi dari sini. Tapi kak, sungguh saya tidak pernah sedikitpun ingin mengkhianati kakak. Tolong sampaikan permohonan maaf dan terima kasih saya pada Gusti Raja dan Ratu.”
Anteh beranjak pergi dari kamar putri Endahwarni menuju kamarnya lalu mulai mengemasi barang-barangnya. Kepada dayang lainnya dia berpesan untuk menjaga putri Endahwarni dengan baik.
Nyai Anteh berjalan keluar dari gerbang istana tanpa tahu apa yang harus dilakukannya di luar istana. Tapi dia memutuskan untuk pergi ke kampung halaman ibunya. Anteh belum pernah pergi kesana, tapi waktu itu beberapa dayang senior pernah menceritakannya. Ketika hari sudah hampir malam, Anteh tiba di kampung tempat ibunya dilahirkan. Ketika dia sedang termenung memikirkan apa yang harus dilakukan, tiba-tiba seorang laki-laki yang sudah berumur menegurnya.
“Maaf nak, apakah anak bukan orang sini?” tanyanya.
“Iya paman, saya baru datang!” kata Anteh ketakutan.
“Oh maaf bukan maksudku menakutimu, tapi wajahmu mengingatkanku pada seseorang. Wajahmu mirip sekali dengan kakakku Dadap,”
“Dadap? Nama ibuku juga Dadap. Apakah kakak paman bekerja di istana sebagai dayang?” tanya Anteh.
“Ya….! Apakah….kau anaknya Dadap?” tanya paman itu.
“Betul paman!” jawab Anteh.
“Oh, kalau begitu kau adalah keponakanku. Aku adalah pamanmu Waru, adik ibumu,” kata paman Waru dengan mata berkaca-kaca.
“Benarkah? Oh paman akhirnya aku menemukan keluarga ibuku!” kata Anteh dengan gembira.
“Sedang apakah kau disini? Bukankah kau juga seorang dayang?” tanya paman Waru.
“Ceritanya panjang paman. Tapi bolehkah saya minta ijin untuk tinggal di rumah paman. Saya tidak tahu harus kemana,” pinta Anteh.
“Tentu saja nak, kau adalah anakku juga. Tentu kau boleh tinggal di rumahku. Ayo kita pergi!” kata paman Waru.
Sejak saat itu Anteh tinggal di rumah pamannya di desa. Untuk membantu pamannya, Anteh menerima pesanan menjahit baju. Mula-mula Anteh menjahitkan baju-baju tetangga, lama-lama karena jahitannya yang bagus, orang-orang dari desa yang jauh pun ikut menjahitkan baju mereka kepada Anteh. Sehingga ia dan keluarga pamannya bisa hidup cukup dari hasilnya menjahit.
Bertahun-tahun telah berlalu. Anteh kini sudah bersuami dan memiliki dua orang anak. Suatu hari di depan rumahnya berhenti sebuah kereta kencana dan banyak sekali pengawal yang menunggang kuda. Begitu pemilik kereta kencana itu melongokkan kepalanya, Anteh menjerit. Ternyata itu adalah putri Endahwarni. Putri Endahwarni turun dari kereta dan langsung menangis memeluk Anteh.
“Oh Anteh, sudah lama aku mecarimu! Kemana saja kau selama ni? Kenapa tidak sekalipun kau menghubungiku? Apakah aku benar-benar menyakiti hatimu? Maafkan aku Anteh. Waktu itu aku kalap, sehingga aku mengusirmu padahal kau tidak bersalah. Maafkan aku…” tangis putri.
“Gusti…jangan begitu. Seharusnya aku yang minta maaf karena telah membuatmu gusar,” kata Anteh.
“Tidak. Akulah yang bersalah. Untuk itu Anteh, kau harus ikut denganku kembali ke istana!” pinta putri.
“Tapi putri aku sekarang punya suami dan anak. Saya juga bekerja sebagai penjahit. Jika saya pergi, mereka akan kehilangan,” jawab Anteh.
“Suami dan anak-anakmu tentu saja harus kau bawa juga ke istana,” kata putri sambil tertawa. “Mengenai pekerjaanmu, kau akan kuangkat sebagai penjahit istana. Bagaimana? Kau tidak boleh menolak, ini perintah!”
Akhirnya Anteh dan keluarganya pindah ke istana. Putri Endahwarni telah membuatkan sebuah rumah di pinggir taman untuk mereka tinggal. Namun Anteh selalu merasa tidak enak setiap bertemu dengan pangeran Anantakusuma, suami putri Endahwarni. Pangeran Anantakusuma ternyata tidak pernah melupakan gadis impiannya. Kembalinya Anteh telah membuat cintanya yang terkubur bangkit kembali. Mulanya pangeran Anantakusuma mencoba bertahan dengan tidak memperdulikan kehadiran Anteh. Namun semakin lama cintanya semakin menggelora.
Hingga suatu malam pangeran Anantakusuma nekat pergi ke taman istana, siapa tahu dia bisa bertemu dengan Anteh. Benar saja. Dilihatnya Anteh sedang berada di beranda rumahnya, sedang bercanda dengan Candramawat, kucing kesayangannya sambil menikmati indahnya sinar bulan purnama. Meski kini sudah berumur, namun bagi pangeran Anantakusuma, Anteh masih secantik dulu saat pertama mereka bertemu. Perlahan-lahan didekatinya Anteh.
“Anteh!” tegurnya.  Anteh terkejut. Dilihatnya pangeran Antakusuma berdiri di hadapannya.
“Pa..pangeran? kenapa pangeran kemari? Bagaimana kalau ada orang yang melihat?” tanya Anteh ketakutan.
“Aku tidak perduli. Yang penting aku bisa bersamamu. Anteh tahukah kau? Bahwa aku sangat mencintaimu. Sejak kita bertemu di taman hingga hari ini, aku tetap mencintaimu,” kata pangeran.
“Pangeran, kau tidak boleh berkata seperti itu. Kau adalah suami putri Endahwarni. Dia adalah kakak yang sangat kucintai. Jika kau menyakitinya, itu sama saja kau menyakitiku,” kata Anteh sambil memeluk Candramawat.
“Aku tidak bisa… Aku tidak bisa melupakanmu! Kau harus menjadi milikku Anteh! Kemarilah biarkan aku memelukmu!” kata pangeran sambil berusaha memegang tangan Anteh.
Anteh mundur dengan ketakutan. “Sadarlah pangeran! Kau tidak boleh mengkhianati Gusti putri.”
Namun pangeran Ananta kusuma tetap mendekati Anteh.
Anteh yang ketakutan berusaha melarikan diri. Namun pangeran Anantakusuma tetap mengejarnya. “Oh Tuhan, tolonglah hambaMu ini!” doa Anteh, “Berilah hamba kekuatan untuk bisa lepas dari pangeran Anantakusuma. Hamba tahu dia sangat sakti. Karena itu tolonglah Hamba. Jangan biarkan dia menyakiti hamba dan kakak hamba!”
Tiba-tiba Anteh merasa ada kekuatan yang menarik tubuhnya ke atas. Dia mendongak dan dilihatnya sinar bulan menyelimutinya dan menariknya. Pangeran Anantakusuma hanya bisa terpana menyaksikan kepergian Anteh yang semakin lama semakin tinggi dan akhirnya hilang bersama sinar bulan yang tertutup awan.
Sejak saat itu Nyai Anteh tinggal di bulan, sendirian dan hanya ditemani kucing kesayangannya. Dia tidak bisa kembali ke bumi karena takut pangeran Anantakusuma akan mengejarnya. Jika rindunya pada keluarganya sudah tak dapat ditahan, dia akan menenun kain untuk dijadikan tangga. Tapi sayang tenunannya tidak pernah selesai karena si kucing selalu merusaknya. Kini jika bulan purnama kita bisa melihat bayangan Nyai Anteh duduk menenun ditemani Candramawat. Begitulah kisah Nyai Anteh sang penunggu bulan.

Daerah Cirebon " Raden Taruhlintang "


Kecantikan Dewi Arum Sari dari kerajaan Cirebon membuat banyak pangeran mencoba untuk mendapatkan hati Dewi Arum Sari. Tetapi Dewi Arum Sari tidak tertarik dengan para Pangeran itu.

Dewi Arum Sari teringat dengan seorang pria yang pernah menolongnya ketika dia diserang oleh perampok. Sayangnya sosok pria itu langsung pergi setelah menolong Dewi Arum Sari tanpa menyebutkan nama dan asal-usulnya. Sosok pria itu selalu membayangi hari-hari Dewi Arum Sari. Walaupun Dewi Arum Sari sangat mencintai sosok pria itu, Dewi Arum Sari tidak pernah mengungkapkan perasaannya itu kepada ayahnya karena Dewi Arum Sari tahu bahwa ayahnya sangat menginginkan mempunyai menantu seorang pangeran. Kecantikan Dewi Arum Sari ternyata tidak serta merta mendatangkan kebahagiaan. Dewi Arum Sari diculik oleh seorang raksasa bernama Wira Gora karena kecantikannya. Tidak ada prajurit istana yang bisa menghadang raksasa Wira Gora. Ayah Dewi Arum Sari sangat sedih atas hilangnya Dewi Arum Sari. Ayah Dewi Arum Sari kemudian membuat sayembara, “Barang siapa yang bisa mengembalikan Dewi Arum Sari, jika wanita akan dijadikan anak, jika pria akan dinikahkan dengan Dewi Arum Sari”. Dengan adanya sayembara itu, orang-orang dari seluruh negeri berusaha untuk membebaskan Dewi Arum Sari. Salah seorang di antara mereka adalah Raden Wira Santika. Raden Wira Santika terkenal dengan kepandaian ilmu bela dirinya. Orang-orang yang ikut perlombaan sebenarnya segan dengan Raden Wira Santika. Tetapi karena tergirur dengan hadiah yang ditawarkan, orang-orang tetap mengikuti sayembara.

Sementara itu di tengah hutan, Wira Gora yang membawa Dewi Arum Sari, bertemu dengan Raden Tarulintang. Raden Tarulintang adalah seorang pemuda yang tinggal di hutan dan berguru kepada Ki Tapak Jagat. Raden Tarulintang yang melihat Dewi Arum Sari di tangan raksasa Wira Gora berusaha untuk menyelamatkan Dewi Arum Sari. Tetapi kesaktian Wira Gora tidak bisa ditandingi oleh Raden Tarulintang. Raden Tarulintang berhasil dibuat babak belur oleh Wira Gora. Wira Gora kembali membawa Dewi Arum Sari pergi ke tempatnya. Raden Tarulintang yang babak belur kemudian ditolong oleh Ki Tapak Jagat.

Sementara itu, Raden Wira Santika dan orang-orang yang ikut sayembara memasuki hutan untuk mencari Dewi Arum Sari. Raden Wira Santika yang ingin mendapatkan Dewi Arum Sari kemudian membuat jebakan untuk peserta sayembara yang lain hingga membuat peserta sayembara yang lain tidak bisa lagi mengikuti sayembara. Hanya tinggal Raden Wira Santika sendiri yang mengikuti sayembara itu.

Raden Tarulintang diobati oleh Ki Tapak Jagat. Ternyata Raden Tarulintang mengenal Dewi Arum Sari. Raden Tarulintang kemudian mempelajari ilmu baru agar bisa mengalahkan Wira Gora. Raden Tarulintang berlatih dengan sungguh-sungguh karena dia merasa jatuh cinta kepada Dewi Arum Sari. Ternyata Raden Tarulintang adalah orang yang pernah menolong Dewi Arum Sari ketika dihadang perampok. Raden Tarulintang juga selalu terbayang-bayang wajah Dewi Arum Sari yang cantik.

Raden Wira Santika yang mencari Wira Gora akhirnya berhasil menemukan Dewi Arum Sari. Saat berhadapan dengan Wira Gora, Wira Gora langsung memberi hormat kepada Raden Wira Santika. Ternyata Raden Wira Santik adalah orang yang menyuruh Wira Gora untuk menculik Dewi Arum Sari. Wira Santika sangat dendam karena dia pernah ditolak oleh Dewi Arum Sari dan ingin memperistri Dewi Arum Sari secara paksa. Tetapi ketika Wira Santika mendengar sayembara yang diumumkan oleh ayah Dewi Arum Sari, Wira Santika ingin memenangkan sayembara itu agar bisa memperistri Dewi Arum Sari secara syah.

Ternyata informasi bahwa Wira Gora merupakan anak buah Wira Santika ini diketahui oleh Dewi Arum Sari. Dewi Arum Sari tidak mau menjadi istri dari Wira Santika. Wira Santika sudah membujuk Dewi Arum Sari dengan berbagai cara, tetapi Dewi Arum Sari tetap tidak mau menikah dengan Wira Santika. Akhirnya Wira Santika membuat Dewi Arum Sari jatuh cinta kepadanya dengan kekuatan dari Wira Gora. Wira Gora mempunyai kekuatan hipnotis yang susah untuk dihilangkan. Akhirnya Dewi Arum Sari mau menjadi istri Wira Santika. Pernikahan akan dilangsungkan di istana ayah Dewi Arum Sari. Wira Santika kemudian membawa Dewi Arum Sari kembali ke kerajaan.

Sementara itu, Raden Tarulintang yang mencari Wira Gora akhirnya berhasil menemukan persembunyian Wira Gora. Setelah terjadi pertarungan seru, Raden Tarulintang berhasil mengalahkan Wira Gora. Tetapi Raden Tarulintang tidak menemukan Dewi Arum Sari. Setelah dipaksa, akhirnya Wira Gora mengatakan bahwa Dewi Arum Sari sudah dibawa oleh Wira Santika ke istana. Tetapi Wira Gora mengatakan bahwa usaha Raden Tarulintang hanya akan sia-sia saja karena Dewi Arum Sari sekarang berada di bawah pengaruh ilmunya. Seberapapun usaha Raden Tarulintang tidak akan bisa berhasil karena ilmu Wira Gora hanya bisa dihilangkan dengan mendapatkan mustika ular. Demi cintanya kepada Dewi Arum Sari, Tarulintang pergi mencari mustika ular.

Mustika ular dikenal oleh rakyat kerajaan Cirebon sebagai mustika sakti. Untuk mendapatkannya pun tidak mudah. Banyak orang yang berusaha mendapatkan mustika ular untuk menambah kesaktiannya, tetapi orang-orang yang mencari mustika ular itu tidak pernah kembali lagi. Ular yang mempunyai mustika itu adalah ular raksasa yang tinggal di sebuah goa di gunung berapi.

Dewi Arum Sari dan Wira Santika tiba di istana. Semua senang menyambut kedatangan Dewi Arum Sari. Tetapi penasehat raja tidak senang dengan Wira Santika. Penasehat itu sudah tahu sepak terjang Wira Santika yang suka menindas rakyat kecil. penasehat khawatir dengan keadaan rakyat jika Wira Santika nanti diangkat menjadi raja. Ayah Dewi Arum Sari yang mengetahui hal itu tidak bisa membatalkan janjinya untuk menikahkan lelaki yang bisa menyelamatkan Dewi Arum Sari. Apalagi Dewi Arum Sari yang sudah dibawah pengaruh ilmu Wira Gora terlihat sangat mencintai Wira Santika. Pernikahan akan dilangsungkan tiga hari lagi.

Sementara itu Raden Tarulintang yang mencari mustika ular akhirnya berhasil menemukan ular yang mempunyai mustika di kepalanya. Ternyata ular raksasa yang mempunyai mustika itu sangat sakti. Raden Tarulintang sempat kewalahan. Tetapi, akhirnya Raden Tarulintang berhasil mendapatkan mustika ular itu. Raden Tarulintang langsung pergi ke istana.

Sudah tiga hari berlalu. Pernikahan antara Wira Santika dan Dewi Arum Sari akan segera digelar. Ayah Dewi Arum Sari terlihat hanya bisa pasrah. Sudah banyak tabib yang diam-diam disuruh untuk menyembuhkan Dewi Arum Sari, tetapi tidak ada satupun yang berhasil. Di saat terakhir pernikahan akan dilangsungkan, Raden Tarulintang datang sambil membawa batu mustika ular. Dewi Arum Sari berhasil disembuhkan. Wira Santika sangat marah dan menyerang Raden Tarulintang. Setelah terjadi perkelahian beberapa waktu lamanya, akhirnya Raden Tarulintang berhasil mengalahkan Wira Santika. Dewi Arum Sari sangat senang melihat Raden Tarulintang yang selama ini selalu diimpikannya. Akhirnya raja menikahkan Raden Tarulintang dan Dewi Arum Sari. Raden Tarulintang kemudian diangkat menjadi patih dengan gelar Dipati Arya Kusumah.

SASAKALA PURWAKARTA


Pada masa Dalem Santri menjadi bupati Karawang, ia memindahkan ibukota kabupaten ke daerah Wanayasa, karena pada masa itu sering dilanda banjir. Ia menjadi bupati Karawang berkedudukan di Wanayasa sampai akhirnya diganti oleh adiknya yang bernama Raden Aria Suryawinata atau lebih dikenal dengan nama Dalem Solawat.

Pada masa kepemimpinan Dalem Solawat, ibukota kabupaten Karawang dipindahkeun lagi dari Wanayasa ke daerah Lebak. Lebak berarti dataran rendah, karena memang wilayah Wanayasa berada lebih tinggi dari wilayah Lebak.

Pemindahan ibukota ini diawali dari tabir mimpi, bahwa Dalem Solawat harus memindahkan ibukota ke daerah Lebak dengan ciri- ciri di daerah tersebut harus ada kubangan air tempat mandi badak putih yang di tepiannya tumbuh 3 buah pohon tanjung.

Sebelumnya, dalam pencarian daerah Lebak, Dalem Solawat memerintahkan pada salah seorang cutak (wedana) bawahannya. Pencarian dimulai pada hari Senin. Berhari-hari wedana tersebut mencari kubangan tempat mandi badak putih yang di tepiannya ditumbuhi pohon tanjung.

Setelah sekian lama mencari, akhir nya wedana itu pun menemukan sebuah kubangan tempat mandi badak putih. Segera saja ia pun menghadap Raden Aria Suryawinata di Wanayasa.

“Ampun Kanjeng, hamba telah menemukan daerah yang dimaksud dalam mimpi itu,” kata wedana ketika menghadap Kanjeng Dalem di pendopo.

“Benarkah Paman Wedana tempat itu telah engkau temukan?”

“Benar, Kanjeng. Alangkah baiknya apabila Kanjeng sendiri melihatnya.”

Setelah mendapat laporan, lalu Kanjeng Dalem pun menuju tempat yang diceritakan oleh wadana tadi. Sampailah ke tempat kubangan, bahagia pula hati Kanjeng Dalem. Setelah melihat daerah ter sebut, ternyata keadaannya sesuai dengan impian. Di daerah tersebut terdapat sebuah kubangan yang biasa dipakai mandi badak putih dan di tepiannya tumbuh 3 buah pohon tanjung.

Beberapa hari kemudian, Kanjeng Dalem pun segera memerintahkan seluruh rakyatnya untuk bergotong royong ngababakan (membuka lahan baru) di sekitar kubangan. Tidak memerlukan waktu lama, tempat itu pun segera berubah menjadi lahan baru yang nampaknya sangat baik untuk dijadikan pemukiman.

Dengan disaksikan seluruh rakyatnya, Kanjeng Dalem pun menamakan daerah itu Sindangkasih, yang berarti ber henti di tempat yang sangat dicintai.

“Aku namakan kampung ini Sindangkasih!” ujarnya dengan lantang.

Setelah di daerah Sindangkasih banyak penduduk yang bermukim, akhirnya ibukota kabupaten pun dipindahkan dari Wanayasa ke Sindangkasih. Semenjak itulah, daerah Sindangkasih semakin ramai dikunjungi orang. Ada yang hanya berdagang, adapula yang memang berniat ber mukim.

Demikian karena tanah di daerah Sindangkasih sangatlah subur. Kubangan tempat mandi badak putih itu pun ternyata hulu cai (sumber air), yang tidak pernah kering. Selur uh areal pesawahan dan perkebunan daerah Sindangkasih pun pengairannya berasal dari kubangan tersebut.

Semakin hari, daerah Sindangkasih semakin ramai dikunjungi pendatang. Masyar akat hidupnya tidak kurang sandang pangan. Kanjeng Dalem pun berbahagia melihat jerih payahnya selama ini membangun kabupaten. Namun sayang sekali kebahagian Kanjeng Dalem dan masyarakatSindangkasih tidak berlanjut, ketika tiba-tiba banyak penduduk yang dirampok dan banyak pencurian di mana- mana.

Masyarakat mulai goyah dan takut. Namun karena kesigapan Kanjeng Dalem, banyaknya perampokan dan pencurian itu dapat direda setelah kelompok penjahatnya tertangkap.

Ternyata kelompok pencuri tersebut bukan penduduk asli Sindangkasih. Mereka merupakan penduduk pendatang dari daerah lain. Daerah Sindangkasih pun kembali aman, tentram, dan masyarakatnya sejahtera. Terlebih Kanjeng Dalem memerintah dengan adil dan bijaksana. Bahkan kehidupan seluruh penduduk semakin sejahtera dari sebelumnya.

Daerah Sindangkasih semakin pesat perkembangannya. Semenjak itu pula, daerah Sindangkasih oleh Kanjeng dalem diganti namanya menjadi Purwakarta.

“Semenjak hari ini, aku ganti nama kampung ini menjadi Purwakarta,” ujar Kanjeng Dalem di hadapan seluruh rakyatnya.

Dalam bahasa setempat, kata purwa artinya awal atau asal mula, sedangkan karta berarti aman dan sejahtera. Nama Purwakarta itulah yang dikenal hingga sekarang. ***

Lutung Kasarung


Prabu Tapa Agung menunjuk Purbasari, putri bungsunya sebagai pengganti. "Aku sudah terlalu tua, saatnya aku turun tahta," kata Prabu Tapa. 
Purbasari memiliki kakak yang bernama Purbararang. Ia tidak setuju adiknya diangkat menggantikan Ayah mereka. "Aku putri Sulung, seharusnya ayahanda memilih aku sebagai penggantinya," gerutu Purbararang pada tunangannya yang bernama Indrajaya. Kegeramannya yang sudah memuncak membuatnya mempunyai niat mencelakakan adiknya. Ia menemui seorang nenek sihir untuk memanterai Purbasari. Nenek sihir itu memanterai Purbasari sehingga saat itu juga tiba-tiba kulit Purbasari menjadi bertotol-totol hitam. Purbararang jadi punya alasan untuk mengusir adiknya tersebut. "Orang yang dikutuk seperti dia tidak pantas menjadi seorang Ratu !" ujar Purbararang. 

Kemudian ia menyuruh seorang Patih untuk mengasingkan Purbasari ke hutan. Sesampai di hutan patih tersebut masih berbaik hati dengan membuatkan sebuah pondok untuk Purbasari. Ia pun menasehati Purbasari, "Tabahlah Tuan Putri. Cobaan ini pasti akan berakhir, Yang Maha Kuasa pasti akan selalu bersama Putri". "Terima kasih paman", ujar Purbasari. 

Selama di hutan ia mempunyai banyak teman yaitu hewan-hewan yang selalu baik kepadanya. Diantara hewan tersebut ada seekor kera berbulu hitam yang misterius. Tetapi kera tersebut yang paling perhatian kepada Purbasari. Lutung kasarung selalu menggembirakan Purbasari dengan mengambilkan bunga –bunga yang indah serta buah-buahan bersama teman-temannya. 

Pada saat malam bulan purnama, Lutung Kasarung bersikap aneh. Ia berjalan ke tempat yang sepi lalu bersemedi. Ia sedang memohon sesuatu kepada Dewata. Ini membuktikan bahwa Lutung Kasarung bukan makhluk biasa. Tidak lama kemudian, tanah di dekat Lutung merekah dan terciptalah sebuah telaga kecil, airnya jernih sekali. Airnya mengandung obat yang sangat harum. 


Keesokan harinya Lutung Kasarung menemui Purbasari dan memintanya untuk mandi di telaga tersebut. "Apa manfaatnya bagiku ?", pikir Purbasari. Tapi ia mau menurutinya. Tak lama setelah ia menceburkan dirinya. Sesuatu terjadi pada kulitnya. Kulitnya menjadi bersih seperti semula dan ia menjadi cantik kembali. Purbasari sangat terkejut dan gembira ketika ia bercermin ditelaga tersebut. 

Di istana, Purbararang memutuskan untuk melihat adiknya di hutan. Ia pergi bersama tunangannya dan para pengawal. Ketika sampai di hutan, ia akhirnya bertemu dengan adiknya dan saling berpandangan. Purbararang tak percaya melihat adiknya kembali seperti semula. Purbalarang tidak mau kehilangan muka, ia mengajak Purbasari adu panjang rambut. "Siapa yang paling panjang rambutnya dialah yang menang !", kata Purbararang. Awalnya Purbasari tidak mau, tetapi karena terus didesak ia meladeni kakaknya. Ternyata rambut Purbasari lebih panjang. 

"Baiklah aku kalah, tapi sekarang ayo kita adu tampan tunangan kita, Ini tunanganku", kata Purbararang sambil mendekat kepada Indrajaya. Purbasari mulai gelisah dan kebingungan. Akhirnya ia melirik serta menarik tangan Lutung Kasarung. Lutung Kasarung melonjak-lonjak seakan-akan menenangkan Purbasari. Purbararang tertawa terbahak-bahak, "Jadi monyet itu tunanganmu ?". 

Pada saat itu juga Lutung Kasarung segera bersemedi. Tiba-tiba terjadi suatu keajaiban. Lutung Kasarung berubah menjadi seorang Pemuda gagah berwajah sangat tampan, lebih dari Indrajaya. Semua terkejut melihat kejadian itu seraya bersorak gembira. Purbararang akhirnya mengakui kekalahannya dan kesalahannya selama ini. Ia memohon maaf kepada adiknya dan memohon untuk tidak dihukum. Purbasari yang baik hati memaafkan mereka. Setelah kejadian itu akhirnya mereka semua kembali ke Istana. 

Purbasari menjadi seorang ratu, didampingi oleh seorang pemuda idamannya. Pemuda yang ternyata selama ini selalu mendampinginya dihutan dalam wujud seekor lutung.

telaga warna


Zaman dahulu, ada sebuah kerajaan di Jawa Barat bernama Kutatanggeuhan. Kutatanggeuhan merupakan kerajaan yang makmur dan damai. Rakyatnya hidup tenang dan sejahtera karena dipimpin oleh raja yang bijaksana. Raja Kutatanggeuhan bernama Prabu Suwartalaya dan permaisurinya bernama Ratu Purbamanah. Raja dan ratu sangant bijaksana sehingga kerjaan yang dipimpin makmur dan tenteram.
Semua sangat menyenangkan. Sayangnya, Prabu dan istrinya belum memiliki anak. Itu membuat pasangan kerajaan itu sangat sedih. Penasehat Prabu menyarankan, agar mereka mengangkat anak. Namun Prabu dan Ratu tidak setuju. “Buat kami, anak kandung adalah lebih baik dari pada anak angkat,” sahut mereka.
Ratu sering murung dan menangis. Prabu pun ikut sedih melihat istrinya. Lalu Prabu pergi ke hutan untuk bertapa. Di sana sang Prabu terus berdoa, agar dikaruniai anak. Beberapa bulan kemudian, keinginan mereka terkabul. Ratu pun mulai hamil. Seluruh rakyat di kerajaan itu senang sekali. Mereka membanjiri istana dengan hadiah.
Sembilan bulan kemudian, Ratu melahirkan seorang putri yang diberinama Gilang Rukmini . Penduduk negeri pun kembali mengirimi putri kecil itu aneka hadiah. Bayi itu tumbuh menjadi anak yang lucu. Belasan tahun kemudian, ia sudah menjadi remaja yang cantik.
Prabu dan Ratu sangat menyayangi putrinya. Mereka memberi putrinya apa pun yang dia inginkan. Namun itu membuatnya menjadi gadis yang manja. Kalau keinginannya tidak terpenuhi, gadis itu akan marah. Ia bahkan sering berkata kasar. Walaupun begitu, orangtua dan rakyat di kerajaan itu mencintainya.
Hari berlalu, Putri pun tumbuh menjadi gadis tercantik di seluruh negeri. Dalam beberapa hari, Putri akan berusia 17 tahun. Maka para penduduk di negeri itu pergi ke istana. Mereka membawa aneka hadiah yang sangat indah. Prabu mengumpulkan hadiah-hadiah yang sangat banyak itu, lalu menyimpannya dalam ruangan istana. Sewaktu-waktu, ia bisa menggunakannya untuk kepentingan rakyat.
Prabu hanya mengambil sedikit emas dan permata. Ia membawanya ke ahli perhiasan. “Tolong, buatkan kalung yang sangat indah untuk putriku,” kata Prabu. “Dengan senang hati, Yang Mulia,” sahut ahli perhiasan. Ia lalu bekerja d sebaik mungkin, dengan sepenuh hati. Ia ingin menciptakan kalung yang paling indah di dunia, karena ia sangat menyayangi Putri.
Hari ulang tahun pun tiba. Penduduk negeri berkumpul di alun-alun istana. Ketika Prabu dan Ratu datang, orang menyambutnya dengan gembira. Sambutan hangat makin terdengar, ketika Putri yang cantik jelita muncul di hadapan semua orang. Semua orang mengagumi kecantikannya.
Prabu lalu bangkit dari kursinya. Kalung yang indah sudah dipegangnya. “Putriku tercinta, hari ini aku berikan kalung ini untukmu. Kalung ini pemberian orang-orang dari penjuru negeri. Mereka sangat mencintaimu. Mereka mempersembahkan hadiah ini, karena mereka gembira melihatmu tumbuh jadi dewasa. Pakailah kalung ini, Nak,” kata Prabu.
Putri menerima kalung itu. Lalu ia melihat kalung itu sekilas. “Aku tak mau memakainya. Kalung ini jelek!” seru Putri. Kemudian ia melempar kalung itu. Kalung yang indah pun rusak. Emas dan permatanya tersebar di lantai.
Itu sungguh mengejutkan. Tak seorang pun menyangka, Putri akan berbuat seperti itu. Tak seorang pun bicara. Suasana hening. Tiba-tiba meledaklah tangis Ratu Purbamanah. Dia sangat sedih melihat kelakuan putrinya.Akhirnya semua pun meneteskan air mata, hingga istana pun basah oleh air mata mereka. Mereka terus menangis hingga air mata mereka membanjiri istana, dan tiba-tiba saja dari dalam tanah pun keluar air yang deras, makin lama makin banyak. Hingga akhirnya kerajaan Kutatanggeuhan tenggelam dan terciptalah sebuah danau yang sangat indah.
Di hari yang cerah, kita bisa melihat danau itu penuh warna yang indah dan mengagumkan. Warna itu berasal dari bayangan hutan, tanaman, bunga-bunga, dan langit di sekitar telaga. Namun orang mengatakan, warna-warna itu berasal dari kalung Putri yang tersebar di dasar telaga.

Situ Bagendit


Pada zaman dahulu hiduplah seorang janda yang kaya raya,bernama Nyai Bagendit.
Ia tinggal di sebuah desa di daerah Jawa Barat.
Nyai Bagendit mempunyai harta yang berlimpah ruah.
Akan tetapi,ia sangat kikir dan tamak.
Ia juga sangat sombong,terutama pada orang-orang miskin.
Suatu hari Nyai Bagendit mengadakan selamatan karena hartanya bertambah banyak.
Ketika selamatan itu berlangsung,datanglah seorang pengemis.
Keadaan pengemis itu sangat menyedihkan.
Tubuhnya sangat kurus dan bajunya compang-camping.
“Tolong Nyai,berilah hamba sedikit makanan,”pengemis itu memohon.
Melihat pengemis tua yang kotor dan compang-camping masuk ke rumahnya,Nyai Bagendit itu marah dan mengusir pengemis itu.
“Pengemis kotor tidak tahu malu,pergi kau dari rumahku,”bentak Nyai Bagendit.
Dengan sedih pengemis itu pergi.
Keesokan harinya masyarakat disibukkan dengan munculnya sebatang lidi yang tertancap di jalan desa.
Semua orang berusaha mencabut lidi itu.
Namun,tidak ada yang berhasil.
Pengemis tua yang meminta makan pada Nyai Bagendit muncul kembali.
Dengan cepat ia dapat mencabut lidi itu.
Seketika keluarlah pancuran air yang sangat deras.
Makin lama air itu makin deras.
Karena takut kebanjiran,penduduk desa itu mengungsi.
Nyai Bagendit yang kikir dan tamak tidak mau meninggalkan rumahnya.
Ia sangat sayang pada hartanya.
Akhirnya,ia tenggelam bersama dengan harta bendanya.
Penduduk yang lain berhasil selamat.
Konon,begitulah asal mula danau yang di kemudian hari dinamakan Situ Bagendit.

Sangkuriang

 


Pada zaman dahulu, tersebutlah kisah seorang puteri raja di Jawa Barat bernama Dayang Sumbi. Ia mempunyai seorang anak laki-laki yang diberi nama Sangkuriang. Anak tersebut sangat gemar berburu Ia berburu dengan ditemani oleh Tumang, anjing kesayangan istana. Sangkuriang tidak tahu, bahwa anjing itu adalah titisan dewa dan juga bapaknya.
Pada suatu hari Tumang tidak mau mengikuti perintahnya untuk mengejar hewan buruan. Maka anjing tersebut diusirnya ke dalam hutan. Ketika kembali ke istana, Sangkuriang menceritakan kejadian itu pada ibunya. Bukan main marahnya Dayang Sumbi begitu mendengar cerita itu. Tanpa sengaja ia memukul kepala Sangkuriang dengan sendok nasi yang dipegangnya. Sangkuriang terluka. Ia sangat kecewa dan pergi mengembara.
Setelah kejadian itu, Dayang Sumbi sangat menyesali dirinya. Ia selalu berdoa dan sangat tekun bertapa. Pada suatu ketika, para dewa memberinya sebuah hadiah. Ia akan selamanya muda dan memiliki kecantikan abadi. Setelah bertahun-tahun mengembara, Sangkuriang akhirnya berniat untuk kembali ke tanah airnya. Sesampainya disana, kerajaan itu sudah berubah total. Di sana dijumpainya seorang gadis jelita, yang tak lain adalah Dayang Sumbi. Terpesona oleh kecantikan wanita tersebut maka, Sangkuriang melamarnya. Oleh karena pemuda itu sangat tampan, Dayang Sumbi pun sangat terpesona padanya.
Pada suatu hari Sangkuriang minta pamit untuk berburu. Ia minta tolong Dayang Sumbi untuk merapikan ikat kepalanya. Alangkah terkejutnya Dayang Sumbi ketika melihat bekas luka di kepala calon suaminya. Luka itu persis seperti luka anaknya yang telah pergi merantau. Setelah lama diperhatikannya, ternyata wajah pemuda itu sangat mirip dengan wajah anaknya. Ia menjadi sangat ketakutan. Maka kemudian ia mencari daya upaya untuk menggagalkan proses peminangan itu. Ia mengajukan dua buah syarat. Pertama, ia meminta pemuda itu untuk membendung sungai Citarum. Dan kedua, ia minta Sangkuriang untuk membuat sebuah sampan besar untuk menyeberang sungai itu. Kedua syarat itu harus sudah dipenuhi sebelum fajar menyingsing.
Malam itu Sangkuriang melakukan tapa. Dengan kesaktiannya ia mengerahkan makhluk-makhluk gaib untuk membantu menyelesaikan pekerjaan itu. Dayang Sumbi pun diam-diam mengintip pekerjaan tersebut. Begitu pekerjaan itu hampir selesai, Dayang Sumbi memerintahkan pasukannya untuk menggelar kain sutra merah di sebelah timur kota. Ketika menyaksikan warna memerah di timur kota, Sangkuriang mengira hari sudah menjelang pagi. Ia pun menghentikan pekerjaannya. Ia sangat marah oleh karena itu berarti ia tidak dapat memenuhi syarat yang diminta Dayang Sumbi.
Dengan kekuatannya, ia menjebol bendungan yang dibuatnya. Terjadilah banjir besar melanda seluruh kota. Ia pun kemudian menendang sampan besar yang dibuatnya. Sampan itu melayang dan jatuh menjadi sebuah gunung yang bernama “Tangkuban Perahu.”